Menu

Mode Gelap
Dukung Cirebon Mentereng, Mas Jun Pastikan Penambahan Anggaran Dinas Bina Marga untuk Perbaikan Jalan Rusak di Cirebon Mas Jun Resmikan Junaedi Leadership School, Jawab Pesimisme Anak Muda Terhadap Politik Mas Jun Reses di Desa Marikangen, Emak-emak Keluhkan soal Program Makan Bergizi Gratis Reses di Desa Bobos, Mas Jun Ingin Kehadiran PKS Bisa Dirasakan hingga ke Pedesaan Mas Jun Ajak Masyarakat untuk Tidak Takut Memberikan Masukan Kepada Pemerintah, Sebut Bagian dari Hak Politik Fraksi PKS dan Kapolresta Cirebon Sepakat Amankan dan Tertibkan Kawasan Wisata Trusmi

OASE

Bijak Menyikapi IOM

badge-check

Saya baru sempat menonton film penghinaan terhadap Rasul/Islam itu, Selasa 18 September 2012. Tentu menyakitkan. Sebab bagi kita Rasul itu adalah tauladan di atas segala tauladan. Dan tentunya pada tataran ‘imani’ terjaga dari prilaku ‘syaithani’ yang ingin digambarkan pada film itu.

Tapi saya kemudian mencoba berpikir, lalu terbetiklah dibenak saya hal-hal berikut:
Pertama. Jangankan di film ini, dalam Kitab Suci mereka sekalipun,  para nabi dan rasul telah menjadi bulan-bulanan dengan prilaku yang tidak manusiawi. Nabi Daud merebut menyeleweng dengan isteri prajuritnya yang lagi berperang membela agama. Nabi Sulaiman dengan imajinasi wanita-wanita cantik. Nabi Luth yang menghamili putri sulungnya, dan seterusnya. Jadi perilaku ini memang menjadi bagian dari ‘kejiwaan’ atau bahkan ‘iman’ mereka.

Kedua. Ini semakin menguatkan keyakinan kita akan kebenaran Al Qur’an bahwa ‘istihzaa’ (pengolok-olokkan) Rasul dan penentangan kepada cahaya Allah itu bersifat abadi. Ingat kata:
“yuriiduuna li yuthfiuu..” menggambarkaan bahwa upaya-upaya seperti ini berketerusan. Apapun umat lakukan saat ini, tidak akan menghentikan upaya-upaya ini. Dari Salman Rushdie, kartun Nabi di Denmark, pembakaran Al-Qur’an, hingga yang ini, hanya bukti kebenaran Al Qur’an.

Ketiga. Pembuatan film yang sangat ‘tidak profesional’ ini menggambarkan bahwa cara-cara yang rasional tidak lagi mampu menghentikan laju pergerakan da’wah Islam. Sehingga dengan sendirinya, film ini merupakan bukti ‘keputusasaan’ terhadap perkembangan da’wah Islam yang semakin bersinar di berbagai penjuru dunia, bahkan di masyarakat yang paling
‘hostile’ sekalipun.

Keempat. Mereka tahu bahwa orang-orang Islam sekarang ini mengalami masa ‘emosi mental’ yang tinggi karena berbagai hal, antara lain, konflik internal dan eksternal, khususnya di Timur Tengah dan Asia Selatan. Dengan sengaja mereka menyulut emosi itu lalu dijadikan justifikasi bahwa Islam memang mengajarkan ‘kemarahan dan kekerasan’. Di sini, umat harus mampu mengendalikan diri dan bersikap sebaliknya. Dengan ini mereka akan semakin sakit hati…

Pada akhirnya, satu hal yang perlu disadari umat ini adalah bahwa setiap ‘aksi dan reaksi’ yang kita ambil dalam menyikapi apapun akan memiliki dampak kepada Islam/Muslim itu sendiri. Oleh karenanya, mari belajar untuk lebih pintar, arif, dan dewasa dalam melihat dan menyikapi berbagai hal, termasuk film tersebut.
Wallahu a’lam!

Muhammad Syamsi Ali, M.AImam Islamic Center of New York

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Cerita dibalik kisah

14 Januari 2020 - 00:46

Beberapa Objek Wisata Alam dan Budaya yang bisa Anda Kunjungi di Wilayah Cirebon dan Sekitarnya Part 2

7 Januari 2017 - 01:18

Beberapa Objek Wisata Alam dan Budaya yang bisa Anda Kunjungi di Wilayah Cirebon dan Sekitarnya Part 1

29 Desember 2016 - 07:28

Tiga Hal yang Harus Dimiliki Pemuda untuk Sukses

9 November 2016 - 04:06

Syiar Sunan Gunung Jati Masih Relevan di Masa Sekarang

25 Agustus 2016 - 03:37

Trending di OASE